Drama Baru! Aku Mengajarimu Cara Hidup, Tapi Aku Sendiri Berhenti Hidup Tanpamu
Judul: Aku Mengajarimu Cara Hidup, Tapi Aku Sendiri Berhenti Hidup Tanpamu
Layarnya retak, persis seperti hatiku. Sinyal Wi-Fi berkedip-kedip, menari-nari mengejek nasib. Di balik layar buram ini, aku, Lin, mencoba menjangkau masa depan.
Aku, Lin, guru kehidupan. Setidaknya, itu yang kutulis di bio Instagram. Padahal, hidupku sendiri lebih mirip skripsi yang deadline-nya sudah lewat seabad. Aku mengunggah video motivasi di tengah malam, berbisik tentang harapan di saat langit menolak pagi. Ironis, bukan?
Kemudian, dia datang. Xiao. Muncul di kolom komentar dengan emoji kaktus dan pertanyaan absurd: "Nona Lin, bisakah kau ajarkan cara bernapas di abad ke-23?"
Abad ke-23? Apa dia pikir aku ini Doraemon? Tapi ada sesuatu di matanya – atau lebih tepatnya, di foto profilnya yang pixelated – yang membuatku penasaran. Matanya menyimpan gurun pasir dan bintang jatuh.
Kami mulai mengobrol. Di tengah deru mesin waktu (atau imajinasiku yang terlalu liar), Xiao menceritakan dunia futuristik yang hancur lebur. Polusi udara terasa seperti pelukan kematian, matahari hanya mitos, dan manusia hidup dalam kapsul individual, terhubung hanya melalui jaringan syaraf digital.
Aku, Lin, yang hidup di tahun 2023, mengajarinya tentang matahari terbenam, tentang tawa renyah, tentang sentuhan angin di kulit. Aku menceritakan tentang rasa sakit karena kehilangan, aroma kopi di pagi hari, dan kehangatan pelukan. Aku mengajarinya cara hidup, sesuatu yang nyaris punah di dunianya.
Dia, Xiao, mengajariku tentang ketahanan. Tentang bagaimana manusia bisa beradaptasi, bagaimana cinta bisa mekar di tengah kehancuran, bagaimana harapan bisa menjadi virus yang menular.
Hari demi hari, kami membangun jembatan di antara dimensi. Sinyal hilang, chat berhenti di "sedang mengetik...", tapi rasa itu tetap ada. Rasa yang membara, rasa yang absurd, rasa yang... salah?
Kemudian, sebuah pesan darinya: "Lin, aku menemukan sesuatu. Sebuah rekaman. Suara seorang wanita. Dia terdengar sangat familiar..."
Aku menunggu.
Lama.
Sangat lama.
Akhirnya, notifikasi itu muncul. Satu kata: "Lin..."
Rekaman itu... ternyata adalah suaraku. Aku, Lin, mengajar seorang anak laki-laki bernama Xiao tentang kehidupan. Tentang bagaimana caranya bertahan di dunia yang hancur. Aku mendengar diriku sendiri, berbisik tentang harapan, tentang cinta, tentang DIA.
Xiao di masa depan… adalah eko dari masa laluku yang tak pernah selesai. Dia adalah cermin retak yang memantulkan kerinduan yang tak terucap. Cinta kami, hanya gema dari kehidupan yang gagal kuraih.
Pesan terakhir Xiao sebelum sinyal benar-benar padam, berdesir di layar: "Lin, aku mengerti sekarang... KITA..."
...kita akan selalu menjadi satu, di dua dunia yang berbeda... sampai kapan?
You Might Also Like: 5 Rahasia Interpretasi Mimpi Dicakar