Cerita Seru: Cinta Yang Tak Pernah Kembali Dengan Utuh
Cinta yang Tak Pernah Kembali Dengan Utuh
Malam itu kelam, sekelam arang yang membakar hati Lin Mei. Salju turun dengan ganas, setiap butirnya terasa seperti pecahan beling yang menghantam kulit. Di tengah hamparan putih tak berujung, berdiri tegak Pagoda Giok yang diselimuti misteri dan sejarah kelam. Di sanalah, di puncak pagoda, Lin Mei berdiri menatap sosok yang dulu sangat dicintainya, kini hanya menyisakan bara kebencian yang membakar.
"Zhao Wei," desis Lin Mei, suaranya serak tertelan angin. "Dulu, aku kira cintamu adalah matahari. Ternyata, itu hanyalah api yang membakarku hingga menjadi abu."
Zhao Wei, dengan jubah brokat merah yang kontras dengan salju putih, menatap Lin Mei dengan mata sedingin es. "Lin Mei, jangan naif. Di dunia ini, tidak ada cinta yang abadi. Hanya kekuasaan yang nyata."
Di antara mereka, mengalir sungai kebencian yang tak terucapkan. Dulu, mereka adalah sepasang kekasih yang terikat janji suci di bawah pohon sakura yang bermekaran. Sekarang, mereka adalah musuh bebuyutan yang siap saling menghancurkan. Rahasia lama, terpendam di balik senyum manis dan bisikan cinta, kini siap meledak dan menghancurkan segalanya.
"Kau ingat, Zhao Wei? Malam ketika ayahku dibunuh? Kau bersumpah akan membalaskan dendamnya bersamaku!" Lin Mei meraung, air matanya membeku di pipi. "Tapi kau... KAU YANG MEMBUNUHNYA!"
DARAH memuncrat di atas salju putih, menciptakan lukisan mengerikan yang abadi. Zhao Wei terhuyung, belati perak menancap dalam di dadanya. Lin Mei, dengan tangan gemetar, menarik belati itu. Di sekitarnya, aroma dupa yang membubung ke langit seolah membawa doa dan penyesalan yang tak terhingga.
"Dulu, aku mencintaimu melebihi nyawaku sendiri," bisik Lin Mei, suaranya bergetar. "Sekarang, aku membencimu melebihi kematianmu."
Zhao Wei tersenyum sinis, darah mengalir dari mulutnya. "Kau... terlalu percaya... pada cinta..."
Dengan sisa tenaganya, Zhao Wei mencoba meraih Lin Mei, namun tubuhnya ambruk ke atas salju. Lin Mei menatapnya tanpa ekspresi, hatinya kosong. Janji di atas abu telah ditepati. Dendam telah terbalaskan.
Beberapa saat kemudian, Lin Mei berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Zhao Wei tergeletak di atas salju. Langkahnya ringan, namun jiwanya berat. Kemenangan yang terasa pahit. Balas dendam yang terasa hampa.
Di bawah rembulan pucat, Lin Mei menghilang di antara pepohonan pinus yang membisu, meninggalkan aroma dupa yang menyengat dan noda darah di atas salju yang abadi. Balas dendam yang tenang namun MEMATIKAN telah terlaksana – balasan dari hati yang terlalu lama menunggu.
Namun, saat matahari terbit, bayangan itu kembali muncul di sudut matanya, dan dia menyadari bahwa balas dendam tidak pernah benar-benar bisa membebaskan, karena hantu masa lalu selalu menari di depan mata, menunggunya di setiap sudut kehidupan.
Dan suara bisikan itu, meski sudah lama berlalu, masih terus menghantuinya, "Apa kau yakin... kau tidak akan menyesalinya, Lin Mei?"
You Might Also Like: 110 Unveiling Nexus Between Agrifood